• Latest News

    Bisuk Siahaan Telusuri Budaya Batak ke Eropa


    Kegundahan hati dan rasa penasaran yang tinggi terhadap sejarah leluhur membimbing Bisuk Siahaan, mantan juru runding dan Kepala Proyek Asahan, untuk menelusuri jejak-jejak peninggalan tradisi Batak di Belanda dan Jerman yang justru telah hilang di daerah asalnya Tapanuli. Hasil pencarian selama puluhan tahun itu lalu ia dokumentasikan dalam sebuah buku berjudul "Warisan Leluhur yang Terancam Punah".

    Buku itu diluncurkan hari Sabtu (29/8) di Jakarta. Menurut Bisuk, proses pemusnahan peninggalan tradisional Batak terjadi sejak tahun 1820-an saat pasukan Padri dari Sumatera Barat menyerbu Tapanuli Selatan dan membawa agama Islam yang wajib dianut semua penduduk.

    "Mereka melarang penyembahan berhala. Kalau warga setempat percaya Tuhan, mereka tidak boleh lagi menyembah patung," ujar Bisuk yang dua puluh tahun terakhir giat mengumpulkan data tentang sejarah Batak.

    Mulai saat itulah, berbagai macam peralatan tradisional yang menjadi perlengkapan ritus agama-agama asli Batak dihancurkan. Pemusnahan benda-benda itu semakin gencar saat penyerbuan Padri kedua beberapa tahun sesudahnya.

    "Sejak itu lenyaplah patung dan ukiran yang ada hubungannya dengan roh-roh alam. Demikian juga dengan kepercayaan mengundang roh leluhur karena dianggap bertentangan dengan agama," ujarnya.

    Tak cukup di sini, pada 1860-an saat Misi Zending Jerman masuk ke Tapanuli Utara, mereka juga melarang penduduk lokal menyembah berhala melalui patung-patung sebagai perantara. Karena itu, semua benda-benda yang dipakai untuk ritual agama-agama asli kembali dimusnahkan baik dibuang maupun dibakar.

    Segala macam praktik ritual agama asli Batak semakin terpinggirkan saat Belanda menduduki Tapanuli Utara pada tahun 1880. Kaum kolonial juga melarang warga Batak mengundang roh-roh alam, melakukan ritual pemujaan.

    Bersamaan dengan ini, banyak orang Belanda dan Jerman yang mengambil berbagai macam peninggalan tradisi lokal yang dianggap benda-benda berhala ke negeri mereka, mulai dari patung, senjata tajam, dokumen aksara Batak yang ditulis di kertas kayu, dan sebagainya.

    Lihat di luar negeri

    Penasaran dengan peninggalan-peninggalan kuno yang telah lenyap tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, Bisuk bersama istrinya mencoba keluar masuk perkampungan Batak dan mencoba mencari jejak-jejaknya. Namun, ia sangat jarang bisa menemukan lagi warisan leluhur tersebut.

    "Di Tapanuli Selatan dan Utara sudah sangat jarang bisa ditemukan rumah-rumah adat Batak dan peninggalan-peninggalannya. Kalaupun masih bertahan, tinggal di sekitar Karo karena daerah itu relatif belakangan terpengaruh Islam dan Kristen," katanya.

    Akhirnya, Bisuk bersama istrinya berkunjung ke sejumlah museum di Belanda dan Jerman. Di sana, aneka macam peninggalan kuno Batak tersimpan dengan sangat bagus dan terawat.

    "Di Belanda ada sebuah museum yang memamerkan 420 barang peninggalan Batak yang sekarang tak ditemukan lagi di Tapanuli. Ini sangat memprihatinkan, barang-barang leluhur kita justru harus kita lihat di luar negeri," kata Bisuk.

    Cosmas Batubara, Ketua Panitia Peluncuran buku "Warisan Leluhur yang Terancam Punah", mengatakan, ini adalah fakta memprihatinkan yang harus diakui bangsa Indonesia, khususnya suku Batak. "Kita harus menggali lagi budaya kita, nilai-nilai sejarah apa yang bisa kita sumbangkan untuk bangsa dan negara ini. Pengumpulan data tentang Batak oleh Pak Bisuk merupakan salah satu upaya yang baik," ujar Cosmas.

    kompas.com
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 Comment:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Bisuk Siahaan Telusuri Budaya Batak ke Eropa Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top